Kamis, 08 Juli 2010

UNSUR-UNSUR PEMBANGUN KARYA SASTRA

Sebenarnya sangat sulit menjelaskan unsur-unsur yang membentuk suatu karya sastra. Namun, setidak-tidaknya hal itu dapat didekati dari dua sisi. Pertama kita lihat dari definisi-definisi yang telah diungkapkan. Dari definisi-definisi yang sudah ada, ada unsur-unsur yang selalu disinggung. Unsur-unsur tersebut dapat dipandang sebagai unsur-unsur yang dianggap sebagai pembentuk karya sastra.

Menurut Luxemburg (1992:4-6) beberapa ciri yang selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan antara lain :
a.     Sastra merupakan ciptaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.
b.     Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari dunia nyata.
c.     Sastra mempunyai ciri koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.
d.     Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling bertentangan.
e.     Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.

Pendekatan kedua dapat dilihat dengan cara melihat bagaimana seorang juri atau editor mempertimbangkan mutu sebuah karya sastra.
Jakob Sumardjo dan Zaini KM (1988:5-8) mengajukan sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu
a.     Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
b.     Sastra adalah komunikasi, artinya bisa dipahami oleh orang lain.
c.     Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tunduk pada kaidah-kaidah seni.
d.     Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa senang pada pembaca.
e.     Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi, bentuk, bahasa, dan ekspresi pribadi pengarangnya.
f.      Sebuah karya sastra yang bermutu merupakan penemuan.
g.     Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.
h.     Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat, artinya padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
i.      Karya sastra yang bermutu merupakan (hasil) penafsiran kehidupan.
j.      Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah pembaharuan.

Berbeda dengan Jakob Sumardjo dan Zaini KM, Luxemburg berpendapat bahwa
a.   Karya sastra adalah teks-teks yang tidak melulu disusun untuk tujuan komunikasi praktis dan sementara waktu.
b.  Karya sastra adalah teks-teks yang mengandung unsur fiksionalitas.
c.  Karya sastra adalah jika pembacanya mengambil jarak dengan teks tersebut.
d.  Bahannya diolah secara istimewa.
e.  Karya sastra dapat kita baca menurut tahap-atahp arti yang berbeda-beda.
f.  Karena sifat rekaannya sastra secara langsung tidak mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugak kita untuk langsung bertindak.
g. Sambil membaca karya sastra tersebut kita dapat mengadakan identifikasi dengan seorang tokoh atau dengan orang-orang lain.
h. Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin kita bagi pengalaman-pengalaman baru 
i.    Bahasa dan sarana-sarana sastra lainnya mempunyai suatu nilai tersendiri.
j.    Sastra sering digunakan untuk mencetuskan pendapat yang hidup dalam masyarakat.

Daftar Pustaka
Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sumardjo, Jakob, dan Sauni K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

PEMBAGIAN JENIS-JENIS SASTRA

     
Pembicaraan yang selama ini dilakukan ternyata hanya memberi perhatian pada tiga jenis karya sastra yaitu puisi, prosa cerita, dan drama. Hal itu memang logis karena tiga jenis tersebutlah yang mengandung unsur-unsur kesusastraan secara dominan (fiksi, imaji, dan rekaan). Namun, seiring dengan perkembangan dunia sastra akhir-akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.
Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif.

Sastra imajinatif mempunyai ciri
a.     isinya bersifat khayali
b.     menggunakan bahasa yang konotatif
c.     memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri
a.     isinya menekankan unsur faktual/faktanya.
b.     Menggunakan bahasa yang cenderung denotatif.
c.     Memenuhi unsur-unsur estetika seni.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan (unity), keselarasan (harmony), keseimbangan (balance), fokus/pusat penekanan suatu unsur (right emphasis). Sedangkan perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif, sedangkan bahasa sastra non-imajinatif cenderung denotatif.

Bentuk karya sastra yang termasuk karya sastra imajinatif adalah
a.     Puisi : 1. Epik 2. Lirik 3. dramatik
b.     Prosa : 1. Fiksi (novel, cerpen, roman) dan 2. Drama (drama prosa, drama puisi)

Bentuk karya sastra yang termasuk sastra non-imajinatif adalah 
a.     Esai, yaitu karangan pendek tentang suatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi penulisnya.
b.     Kritik, adalah analisis untuk menilai suatu karya seni atau karya sastra.
c.     Biografi, adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain.
d.     Otobiografi, adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri.
e.     Sejarah, adalah cerita tentang zaman lampau suatu masyarakat berdasarkan sumber tertulis maupun tidak tertulis.
f.      Memoar, adalah otobiografi tentang sebagian pengalaman hidup saja.
g.     Catatan harian, adalah catataan seseorang tentang dirinya atau lingkungannya yang ditulis secara teratur.

   

PENGERTIAN SASTRA

Sastra sebagai cabang dari seni yang merupakan unsur integral dari kebudayaan usianya sudah cukup tua. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman hidup manusia sejak dahulu, baik dari aspek manusia sebagai penciptanya maupun aspek manusia sebagai penikmatnya. Karya sastra merupakan curahan pengalaman batin pengarang tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat pada masanya. Ia juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan serta nilai-nilai kehidupan yang diamanatkan didalamnya. Sastra mempersoalkan manusia dalam segala aspek kehidupannya sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusia dan kebudayaan dalam kurun waktu tertentu.

Ada bermacam-macam definisi tentang kesusastraan. Namun demikian, diskusi tentang hakikat sastra sampai sekarang masih hangat. Hal itu karena banyak definisi yang tidak memuaskan. Definisi-definisi yang pernah ada kurang memuaskan karena :
  1. Pada dasarnya sastra bukanlah ilmu, sastra adalah cabang seni. Seni sangat ditentukan oleh faktor manusia dan penafsiran, khususnya masalah perasaan, semangat, kepercayaan. Dengan demikian, sulit sekali dibuat batasan atau definisi sastra di mana definisi tersebut dihasilkan dari metode ilmiah.
  2. Orang ingin mendefinisikan terlalu banyak sekaligus. Seperti diketahui, karya sastra selalu melekat dengan situasi dan waktu penciptaannya. Karya sastra tahun 1920-an tentu berbeda dengan karya sastra tahun 1966. Kadang-kadang definisi kesusastraan ingin mencakup seluruhnya, sehingga mungkin tepat untuk satu kurun waktu tertentu tetapi ternyata kurang tepat untuk yang lain.
  3. Orang ingin mencari definisi ontologis tentang sastra (ingin mengungkap hakikat sastra). Karya sastra pada dasarnya merupakan hasil kreativitas manusia. Kreativitas merupakan sesuatu yang sangat unik dan individual. Oleh sebab itu sangat tidak memungkinkan jika orang mau mengungkap hakikat sastra.
  4. Orientasinya terlalu kebarat-baratan. Ketika orang mencoba mendefinisikan kesusastraan, orang cenderung mengambil referensi dari karya-karya barat. Padahal belum tentu telaah yang dilakukan untuk karya sastra Barat sesuai untuk diterapkan pada karya sastra Indonesia.
Biasanya terjadi percampuran antara mendefinisikan sastra dan menilai bermutu tidaknya suatu karya sastra. Definisi mensyaratkan sesuatu rumusan yang universal, berlaku umum, sementara penilaian hanya berlaku untuk karya-karya tertentu yang diketahui oleh pembuat definisi.
Beberapa definisi yang pernah diungkapkan orang :
  1. Sastra adalah seni berbahasa.
  2. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
  3. Sastra adalah ekspresi pikiran (pandangan, ide, perasaan, pemikiran) dalam bahasa.
  4. Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
  5. Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona.
  6. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakainan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
  7. Sesuatu disebut teks sastra jika (1) teks tersebut tidak melulu disusun untuk tujuan komunikatif praktis atau sementara waktu, (2) teks tersebut mengandung unsur fiksionalitas, (3) teks tersebut menyebabkan pembaca mengambil jarak, (4) bahannya diolah secara istimewa, dan (5) mempunyai keterbukaan penafsiran.
Sampai saat ini ada keyakinan bahwa ada tiga hal yang membedakan karya sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu
  1. sifat khayali
  2. adanya nilai-nilai seni/estetika
  3. penggunaan bahasa yang khas
*       Beberapa pengertian sastra yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1.     Menurut A. Teeuw, dalam bukunya yang berjudul Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra (1984:22-23), dipaparkan bahwa dalam dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita batasi disebut literature (Innggris), literature (Jerman), dan litterature (Perancis). Ketiga istilah tersebut berasal dari bahasa Latin litteratura yang sebetulnya merupakan terjemahan dari kata Yunani grammatika. Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang didefenisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis.

2.     Menurut Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1991:2-3), setidaknya ada beberapa batasan yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa Itu Sastra ? Pertama, sastra adalah seni bahasa. Kedua, sastra adalah ungkapan yang spontan dari perasaan yang mendalam. Ketiga, sastra adalah ekspresi pikiran, semua kegiatan mental manusia dalam bahasa. Keempat, sastra adalah inspirasi kehidupan yang diungkapkan dalam bentuk keindahan. Kelima, sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk memesona.
3.     Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dnegan alat bahasa.
*       Studi sastra (Literary Study/Literary Studies) muncul ketika filosofi Yunani, Aristoteles (384-322SM) lebih dari 2000 tahun yang lalu ketika ia menulis buku yang berjudul Poetica. Tulisannya itu memuat tentang teori drama tragedi. Selanjutnya istilah poetica dalam teori kesusastraan disebut dengan beberapa istilah.
-       W.H. Hudson menamakannya dengan studi sastra (The Study of Literature)
-       Rene Wellek dan Austin Warren menamakannya dengan teori sastra (Theory of Literature)
-       Andre Lafevere menamakannya dengan pengetahuan sastra (Literary Knowledge)
-       A.  Teeuw menggunakan istilah ilmu sastra (Literary Scholarship)
Berdasarkan terminologi kata, ketiga istilah tersebut berbeda maknanya.
-       Studi menyiratkan makna proses mempelajari suatu objek. Untuk memahami karya sastra sebagai suatu objek memerlukan proses dalam mempelajarinya. Proses yang dilakukan berupa berbagai kegiatan belajar sehingga tercapai pemahaman terhadap karya sastra yang dipelajari.
-       Teori menyangkut makna asas atau hukum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan. Karya sastra sebagai suatu objek yang dipelajari tentu ada asas-asas, hukum-hukum, landasan-landasan yang menopangnya sehingga ia berwujud sebagai sebuah karya sastra yang berbeda dengan karya-karya yang lain.Ilmu menyangkut makna pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejal-gejala yang terdapat didalam bidang tersebut. Pengetahuan menyangkut sesuatu yang diketahui sebagai hasil dari proses belajar sastra.

YANG PERLU DIPERHATIKAN :
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan.  Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus. (Rene Wellek dan Austin Warren)
Pertanggungjawaban sastra adalah estetika dan ruang lingkup sastra adalah kreatifitas penciptaan yang meliputi puisi, prosa, dan drama. Sedangkan pertanggungjawaban studi sastra adalah logika dan ruang lingkup studi sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai objek (Budi Darma)

 

 
*       Dalam wilayah studi sastra terdapat tiga cabang ilmu sastra yaitu teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra
Ø  Sastra dapat dilihat dari sudut pandang prinsip, kategori, asas, atau ketentuan yang mendasari karya sastra. Teori sastra adalah teori tentang prinsip-prinsip, kategori, asas, atau hukum yang mendasari pengkajian karya sastra.
Ø  Sastra dapat dilihat deretan karya yang sejajar atau tersusun secara kronologis dari masa ke masa dan merupakan bagian dari proses sejarah. Sejarah sastra adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan sastra secara kronologis dari waktu ke waktu
Ø  Sastra dapat dikaji dengan menggunakan prinsip-prinsip karya sastra. Kritik sastra adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan penilaian terhadap karya sastra berdasarkan teori sastra. Di dalam ilmu sastra, perlu disadari bahwa ketiga bidang tersebut tidak dapat dipisahkan (Wellek dan Warren; 1977:39)

Rabu, 07 Juli 2010

PETUNJUK

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Anda terhadap ebberapa materi yang telah disediakan yaitu :
1. Anda diminta untuk mempelajari materi dengan seksama
2. Buatlah beberapa pokok-pokok pikiran penting berdasarkan materi yang telah dibaca
3. Jika ada pertanyaan, maka Anda dapat menyampaikan pertanyaan pada bagian bawah
materi pada komentar atau ke email disertai dengan identitas Anda.
4. Untuk pertemuan pada Rabu, 14 Juni 2010, akan dilaksanakan evaluasi dalam bentuk
kuis atau studi kasus
5. Selamat mempelajari materi ini, kalau ada tambahan akan diinfokan. Terima Kasih.

ANGKATAN, GENERASI, DAN PERIODISASI INDONESIA



A. BEBERAPA PANDANGAN

Istilah angkatan, periode, dan generasi, sebagai istilah yang digunakan untuk merujuk perkembangan kesusastraan Indonesia merupakan masalah yang pernah dibincangkan oleh para ahli sastra.
Masalah penamaan angkatan, periode, dan generasi di dalam kesusastraan Indonesia sudah terdapat sejak Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawannya dari lingkungan Pujangga Baru memaklumatkan tentang kehadirannya sebagai pujangga yang berbeda dengan pujangga lama.
Dalam menentukan identitas mereka sebagai Pujangga Baru, mereka menggunakan istilah generasi. Istilah generasi lama mereka gunakan untuk para pujangga lama, dan istilah generasi baru digunakan untuk para pujangga baru.
Istilah angkatan sebagai istilah yang digunakan untuk merujuk tahap perkembangan kesusastraan Indonesia.


B. BERBAGAI PEMBABAKAN SASTRA INDONESIA

Berdasarkan berbagai pandangan tentang bila dimulainya kesusastraan Indonesia, maka terdapat berbagai variasi istilah (penamaan) pembabakan sejarah sastra Indonesia yang dikemukakan para peneliti/penulis sejarah sastra Indonesia di dalam buku-buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Para peneliti/penulis dengan penamaan perkembangan kesusastraan Indonesia tersebut, sebagai berikut.

1. Ajip Rosidi
    Ajip Rosidi membagi kesusastraan Indonesia atas dua masa perkembangan, yaitu :
a. Masa Kelahiran Sastra Indonesia, antara tahun 1900-1945
b. Masa Perkembangan Sastra Indonesia, mulai 1945 – sekarang

2. Nugroho Notosusanto
Nogroho Notosusanto membagi perkembangan sejarah sastra Indonesia atas dua bagian, yaitu :
a. Kesusastraan Melayu Lama
b. Kesusastraan Indonesia Modern


3. H.B. Jassin
    H.B. Jassin membagai pembabakan sejarah kesusastraan Indonesia atas dua bagian, yaitu :
a. Kesusastraan Melayu
b. Kesusastraan Indonesia Modern

4. Zuber Usman
    Zuber Usman membagi kesusastraan Indonesia atas tiga bagian, yaitu ;
a. Masa kesusastraan Melayu Lama
b. Masa Kesusastraan Peralihan
c. Masa Kesusastraan Baru

5. Basaria Simorangkir Simanjuntak
    Basaria Simorangkir Simanjuntak membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas :
a. Kesusastraan Masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu)
b. Kesusastraan Masa Hindu, Arab (Kesusastraan masa pengaruh Hindu sampai kedatangan agama Islam)
c. Kesusastraan Masa Islam
d. Kesusastraan Masa Baru

6. J. S. Badudu
    J. S. Badudu membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas dua bagian :
a. kesusastraan Melayu
b. kesusastraan Indonesia

7. Sabarudin Ahmad
Sabarudin Ahmad membagi sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia atas dua masa juga, yaitu :
a. Masa Kesusastraan Lama
b. Masa Kesusastraan baru

Istilah yang dikemukakan para ahli sejarah sastra dalam penentuan waktu perkembangan kesusastraan bervariasi, yaitu periode, masa, dan angkatan.

MASA KELAHIRAN KESUSASTRAAN INDONESIA DAN PEMBABAKANNYA


Masa Lahirnya Kesusastraan Indonesia

Pandangan para ahli sangat bervariasi. Ada yang melihatnya dari sudut bahasa yang digunakan, ada yang melihatnya dari sudut isi karya yang mengemukakan semangat kebangsaan, dan ada pula yang melihatnya dari sudut keberadaan suatu bangsa sebagai sebuah Negara, dan ada juga yang melihatnya dari sudut para pengarangnya yang orang-orang pribumi. Berikut pandangan mereka tentang penentuan masa kelahiran kesusastraan Indonesia.

A. UMAR YUNUS

Umar Yunus mengemukakan bahwa kata kesusastraan Indonesia mengandung makna krya sastra yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana penulisannya.
Jika pemakaian bahasa Indonesia sebagai dasar nama kesusastraan Indonesia, maka adanya kesusastraan Indonesia tentunya setelah adanya bahasa Indonesia. Bila adanya bahasa Indonesia? Bukankah secara umum bangsa Indonesia sebelumnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan mereka?
Dari sejarah Indonesia diketahui bahwa kata bahasa Indonesia baru dicanangkan namanya secara resmi pada tanggal 28 Oktober 1928, ketika dikumandangkan Sumpah Pemuda oleh para cendekiawan bangsa yang tehimpun dari berbagai suku bangsa di Nusantara.


B. AJIP ROSIDI

Ajip Rosidi juga mengemukakan bahwa sebuah karya sastra tidak akan mungkin hadir tanpa bahasa sebagai medianya. Tetapi bahasa itu hidup dalam perjalanan panjang yang tidak mungkin berhenti pada suatu masa dan bahasa itu dilanjutkan oleh bahasa berikutnya.


C. TEEUW

Sama halnya dengan pendapat Ajip Rosidi, A. Teeuw melihat awal tumbuhnya kesusastraan Indonesia pada masa mulai timbulnya rasa kebangsaan pada puisi-puisi pemuda Indonesia. Mereka, para pemuda yang pada masa itu dilrang menulis yang berhubungan dengan masalah politik, mencari bentuk lain yaitu menulis puisi yang sangat berarti bagi awal tumbuhnya kesusastraan Indonesia.

D. SLAMET MULYANA

Slamet Mulyana melihat kelahiran kesusastraan Indonesia daru sudut makna kesusastraan yang dimiliki sebuah Negara. Kesusastraan Indonesia adalah kesusastraan yang dimiliki Negara Indonesia sebagaimana Negara lain yang juga memiliki kesusastraannya.


E. PENGAMAT LAINNYA

Beberapa pengamat lainnya tentang lahirnya kesusastraan Indonesia, mengemukakan bahwa lahirnya kesusastraan Indonesia pada waktu terbitnya novel Azab dan Sengsara (1917), Salah Asuhan (1918), serta Sitti Nurbaya (1922) oleh Balai Pustaka pada tahun 20-an.

RUANG LINGKUP PENGKAJIAN SEJARAH SASTRA



Berdasarkan atas objek pengkajiannya, sejarah sastra mempunyai ruang lingkup yang cukup beragam. Keberagaman tersebut sebagai berikut.
1. Dari sudut perkembangan kesusastraan suatu bangsa, terdapat sejarah perkembangan kesusastraan berbagai bangsa di dunia. Seperti : sejarah sastra Indonesia, Jepang, Amerika.
2. Dari sudut perkembangan kesusastraan suatu daerah, ada sejarah sastra daerah. Seperti : Sastra Minangkabau, Sastra Aceh, Batak, dll.
3. Dari sudut perkembangan kebudayaan, ada sejarah sastra pada masa kuatnya kebudayaan tertentu. Seperti : sejarah sastra klasik, sejarah sastra zaman melayu.
4. Dari sudut perkembangan genre, jenis, atau ragam karya sastra. Seperti : sejarah perkembangan puisi, novel, cerpen.

Menurut A. Teeuw, masih banyak yang harus dilakukan oleh para peneliti sejarah sastra Indonesia. Pengkajiannya dapat bertolak belakang dari berbagai sudut yang dapat menggambarkan perkembangan sejarah sastra Indonesia. Berikut cara pengkajiannya.
1. Pengkajian Genetik atau Pengaruh Timbal Balik Antarjenis Karya Sastra
2. Pengkajian Intertekstual Karya Individu
3. Pengkajian Resepsi Sastra oleh Pembaca
4. Penelitian Sastra Lisan
5. Pengkajian Sastra Indonesia dan Sastra Nusantara



SEJARAH SASTRA DALAM LINGKUP ILMU SASTRA

Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra dengan berbagai ruang lingkup dan permasalahannya. Di dalamnya terdapat tiga disiplin ilmu sastra, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Ketiga disiplin ilmu sastra tersebut, saling terkait, tidak dapat dipisahkan.
Teori sastra dan sejarah sastra. Di dalam teori sastra antara lain dikemukakan bahwa karya sastra bersumber dari fenomena kehidupan masyarakat, karenanya karya sastra pada masa tertentu memuat fenomena kehidupan masyarakat pada masa tertentu pula.
Teori sastra dan kritik sastra. Kritik sastra adalah ilmu sastra yang memberikan masukan kepada penulis maupun pembaca mengenai kekuatan, kelemahan, dan keunggulan karya sastra tertentu. Bagi penulis, kritikus sastra berfungsi sebagai pemberi masukan untuk penyempurnaan karya sastra yang dihasilkannya, untuk kesempurnaan karya sastra yang dihasilkannya: Bagi pembaca, kritikus sastra berfungsi sebagai pemberi penjelasan tentang karya sastra tertentu sehingga karya sastra yang tidak dipahami pembaca menjadi sesuatu yang bermakna.

Ketiga titik yang menghubungkan antarkomponen ilmu sastra merupakan titik yang membangun segi tiga sebagai bangunan ilmu sastra. Artinya, ketiga sisi sastra saling mendukung di dalam pemahaman/ pengkajian ilmu sastra.


HUBUNGAN SEJARAH SASTRA, TEORI SASTRA DAN KRITIK SASTRA

Hubungan Sejarah Sastra dan Teori Sastra

Perkembangan sejarah sastra banyak memerlukan bahan pengetahuan tentang teori sastra. Pembicaraan tentang angkatan, misalnya tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang gaya bahasa, aliran, genre sastra, latar belakang cerita, tema, dsb. Hal-hal yang disebutkan terakhir ini merupakan unsur-unsur yang terdapat didalam karya sastra dan dibicarakan di dalam teori sastra.
Sebaliknya teori sastra pun memerlukan bahan hasil pengkajian sejarah sastra. Pembicaraan tentang gaya bahasa atau aliran-aliran, tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sastra secara keseluruhan. Suatu pengertian, konsep prinsip, katagoro, dan kriteria dalam kritik sastra besar kemungkinan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam sejarah sastra. Sebagai contoh, pengertian (definisi) puisi. Definisi lama ternya banyak yang tidak sesuai kenyataan puisi dengan sekarang, karena sejarah telah membuktikan bahwa puisi atau cipta sastra pada umumnya terus mengalami perubahan dan perkembangan.
C. Hubungan Sejarah Sastra dan Kritik Sastra
Dalam kerjanya pengkajian sejarah sastra tidak dapat dilepaskan dari pengkajian kritik sastra. Dalam kenyataannya sejarah sastra tidak terhitung berapa jumlah karya sastra yang pernah dipublikasikan. Pengkajian sejarah sastra tidak mingkin memuat semua cipta sastra yang pernah terbit, tetapi dibatasi pada karya-karya tertentu saja. Untuk memilih dan menentukan cipta sastra yang akan dijadikan objek kajian, diperlukan pengkajian kritik sastra. Di sini tugas kritik sastra adalah menilai bobot kesastraan suatu cipta sastra, dan selanjutnya karya tersebut ditempatkan dalam kerangka sejarah sastra.
Sebaliknya kritik sastra pun memerlukan hasil pengkajian sejarah sastra. Dengan bantuan sejarah sastra, maka kritik atau suatu cipta sastra tidak mungkin dari konteks sejarah terciptanya suatu karya tertentu.

Hubungan Kritik dan Teori Sastra

Hubungan kedua cabang ilmu sastra ini sangat jelas. Usaha kritik sastra tidak akan berhasil tanpa dilandasi oleh dasar-dasar pengetahuan tentang teori sastra. Jika seseorang akan mengadakan suatu telaah (kritik) terhadap novel, terlabih dahulu ia harus memiliki dasar pegetahuan tentang apa yang disebut novel dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, seperti tema, latar, perwatakan, dll. Dapat dikatakan bahwa teori sastra merupakan modal bagi pelaksanaan kritik sastra.
Sebaliknya teori sastra pun memerlukan bantuan kritik sastra. Bahkan sebenarnya kritik sastra merupakan pangkal teori sastra. Teori harus disusun berdasarkan karya sastra konkret. Teori tanpa data merupakan teori yang kosong (in vacua).

PENGERTIAN SEJARAH SASTRA


Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang menyelidiki perkembangan cipta sastra sejak awal pertumbuhannya hingga perkembangannya sekarang. Sejarah sastra mengkaji sastra menggunakan kriteria ekstrinsik, hal-hal yang berasal dari luar sastra. Seperti identifikasi peristiwa kehidupan politik, sosial-budaya beserta pengaruhnya terhadap karya sastra.
Sejarah sastra adalah salah satu bagian dari kajian ilmu sastra. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, sajarun yang berarti pohon. Pohon menggambarkan adanya akar, cabang, dan ranting yang memperlihatkan adanya proses susunan peristiwa secara kronologis.
Sejarah itu sendiri mempunyai arti yang sama, yaitu rekaman perjalanan kehidupan manusia dari masa lampau sampai masa-masa berikutnya.
Karya sastra adalah salah satu bagian dari asset budaya suatu bangsa. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga menghargai dan memberikan apresiasinya terhadap karya sastra sebagai hasil karya bangsanya itu.
Sejarah sastra Indonesia adalah bagian dari kajian ilmu sastra yang mempelajari kesusastraan Indonesia mulai munculnya kesusastraan Indonesia sampai masa-masa selanjutnya, dengan segala persoalan yang melingkupinya.
Sebagai contoh : Di akhir abad ke-20, terbit novel Saman karya Ayu Utami yang ‘menghebohkan’ dunia sastra Indonesia. Tahun 70-an terbit novel-novel Trilogi Iwan Simantupang, Merahnya Merah (1968), Ziarah (1969) dan Kering (1970) yang dianggap novel absurd, sarat filsafah, yang sulit dipahami, karena berbeda dengan pola-pola cerita pada novel-novel tahun-tahun sebelumnya. Jauh sebelumnya, pada tahun 40-an terbit novel Belenggu yang dianggap mengusik keindahan sastra dengan ‘menelanjangi’ kehidupan kaum elit yang diwakili oleh keluarga dokter Sukartono. Pada tahun 20-an, lahir novel Sitti Nurbaya yang sangat laris pada masa itu sehingga melampaui kelarisan novel-novel yang lahir sebelumnya seperti Azab
 


Berbicara terntang sejarah perkembangan sastra, tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan pengenai upaya menyusun priodisasi sejarah sastra sebagai salah satu kegiatan dalam pengkajian sejarah sastra. Persoalan lain yang termasuk dalam pengkajian sejarah sastra adalah mengadakan kajian terhadap genre sastra, lahirnya suatu gerakan sastra, perkembangan suatu aliran tertentu, pengaruh sastra lama dan sastra asing terhadap sastra modern (sastra modern), dan kajian tentang gaya bahasa. Dengan demikian persoalan-persoalan yang menjadi bahan kajian sejarah sastra dapat dirinci sebagai berikut:
priodisasi sastra atau pembabakan waktu dalam perkembangan sastra
Perkembangan atau timbul tenggelamnya suatu genre sastra, seperti sejarah perkembangan roman,   novel, cerpen, puisi, drama
 
lahirnya suatu gerakan (angkatan) dalam sastra
 
perkembangan aliran-aliran yang ada pada suatu priode atau suatu angkatan
 
pengarus sastra lama dan sastra asing terhadap sastra modern (sastra nasional)
 
pertumbuhan dan perkembangan gaya bahasa.